Share this:

Gen-Z dan Hidup Setelah Pandemi: Part 1

05 April 23

Saat ini Covid-19 telah memasuki fase endemik. Masyarakat telah melewati penerapan lockdown dan social distancing, tak terkecuali Generasi Z (Gen-Z) yang merupakan kelahiran tahun 1997 sampai 2012. Gen-Z adalah generasi yang dapat dikategorikan sebagai generasi digital native, istilah yang diperkenalkan oleh Marc Prensky, julukan bagi mereka yang lahir di era digital saat berkembangnya teknologi seperti komputer dan internet. Hasil riset yang dilakukan Hootsuite, We Are Social, dan Statista pun menunjukkan jumlah pengguna internet aktif saat ini didominasi oleh Gen-Z dengan pengguna sekitar 170 juta orang dari jumlah keseluruhan 202,6 juta pengguna internet di Indonesia.

Menurut Katherine N. Lemon & Peter Verhoef, sebagai generasi yang bergantung pada teknologi dan digitalisasi, Gen-Z dapat dikatakan generasi omni-channel yang dapat dengan cepat menguasai teknologi serta mengakses berbagai informasi dari berbagai channel yang ada di internet. Dengan demikian, bukan suatu kesulitan bagi Gen-Z untuk mencari informasi dengan mudah dan cepat mengenai sebuah brand dan produknya dari berbagai online platform yang tersedia di internet.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah menjadi momentum percepatan transformasi digital karena mengubah cara kerja, cara belajar, cara berkreativitas, hingga cara berkomunikasi masyarakat dari yang sebelumnya luar jaringan (luring) menjadi dalam jaringan (daring). Daniel Heaf selaku VP Nike Direct pun mengungkapkan: “Covid 19 mempercepat peralihan ke digital, dan percepatan ini tidak akan kembali lagi (seperti dulu) bagi sebuah generasi.”

Milestone melakukan wawancara dengan beberapa Gen-Z di daerah Jakarta, mengenai bagaimana pandemi hingga pasca pandemi berdampak terhadap kehidupan mereka. Artikel ini merupakan bagian pertama dari “Gen-Z dan Hidup Setelah Pandemi” yang akan membahas tentang perilaku berbelanja Gen-Z di era ini.

Lihat Luring, Beli Daring

Sebagai generasi yang mulai memasuki masa produktif, Gen-Z merasa terkekang saat pandemi karena menghambat ruang eksplorasi mereka. Adanya kebutuhan untuk mengalihkan kecemasan dan kebosanan yang dirasakan selama pandemi, membuat mereka mencari celah untuk terus beraktivitas yang salah satunya adalah online shopping. Kebiasaan ini muncul ketika dirangsang oleh sesuatu yang dianggap menarik seperti diskon atau promo yang memicu impulsive buying. Didukung dengan data dari Semrush (2022), peralihan perilaku berbelanja ini dipengaruhi oleh tutupnya toko fisik selama pandemi. Selain untuk menghindari penyebaran Covid-19, platform belanja online menawarkan banyak promo dan harga yang relatif lebih murah.

Kebiasaan belanja online pun tetap berlanjut di masa endemik. Hal ini disebabkan oleh benefit yang mereka dapatkan seperti harga yang lebih murah dan bisa bereksplorasi lebih mudah hanya dalam genggaman, walau belanja offline tetap dilakukan untuk melihat bentuk fisik dan memeriksa barang serupa.

“Kalau dari berbelanja pas pandemi lebih impulsif, karena window shopping via online”- Anya (22) First Jobber

“Dengan online platform gitu gue ngerasa terbantu, harganya lebih murah, makanya, why not? Kenapa harus beli di Mall kalo di online bagus” - Ray (23), Pegawai Swasta

“Jujurly, kalo belanja keluar itu buat ngecek barang dan belanjanya tetap online dan keluar itu jadi buat refreshing dan cuci mata” - Anya (22)  First Jobber

Berdasarkan temuan tersebut, responden lebih menyukai kegiatan berbelanja secara online karena informasi dan pilihan produk yang tidak terbatas di berbagai saluran digital (omni-channel) membuat mereka dapat membandingkan produk dan penawaran sebelum melakukan pembelian. Karena itu, penting bagi sebuah brand untuk hadir secara online dengan memanfaatkan platform yang tersedia mulai dari website, marketplace, dan media sosial agar dapat mempertahankan eksistensi brand di era ini. Ditambah lagi peranan testimoni dari berbagai konsumen yang tertera di online platform menjadi acuan mereka untuk meningkatkan rasa kepercayaan terhadap suatu brand.

Review-mu, Acuanku

Melihat dari kebiasaan Gen-Z dalam berbelanja, mereka memiliki kecenderungan memilih brand yang sudah dikenal atau familiar. Online customer review atau ulasan yang diberikan konsumen lain menjadi tambahan pertimbangan mereka sebelum memilih suatu produk/brand. Gen-Z terbiasa mencari informasi yang berkualitas sebelum melakukan pembelian. Dengan adanya peningkatan pengguna aktif internet yang didominasi oleh generasi ini, online customer review menjadi hal penting untuk mengetahui kualitas suatu produk. Online customer review umumnya banyak ditemukan di berbagai e-commerce dan marketplace khususnya pada kolom komentar, seperti Tokopedia, Shopee, Sociolla atau channel online milik brand itu sendiri.

Dikutip dari econsultancy.com, sekitar 61% pembeli membaca online customer review terlebih dahulu sebelum membuat keputusan untuk membeli suatu produk. Mereka akan lebih berminat memperhatikan review yang ditinggalkan dalam dua minggu terakhir. Apabila penilaian yang muncul bersifat positif, maka besar peluang calon pembeli akan memilih produk dari brand tersebut.

“Belinya tetap lewat online karena lebih banyak promo dan lebih nyaman juga” - Nisa ( 24) First Jobber

“Semenjak pandemi gue lebih nyaman belanja online, soalnya pertama diskonnya banyak, kedua free ongkir, dan ketiga bisa baca review orang jadi lebih trusted dan efisien karena kita tau personal experience mereka pakai barang itu gimana.” Ray (23), Pegawai Swasta

Kelengkapan online consumer review juga menjadi acuan bagi Gen-Z untuk mengetahui kualitas produk sebelum memutuskan untuk membeli. Online consumer review yang ada di internet berisikan variasi perbedaan pesan yang disampaikan, mulai dari rekomendasi sederhana hingga rekomendasi yang mendetail berdasarkan penjelasan fakta dari konsumen. Kelengkapan online consumer review seperti manfaat yang dirasakan dan jumlah ulasan, dapat menjadi faktor yang dipertimbangkan mereka ketika dihadapkan pada situasi ketidakpastian karena banyaknya informasi yang tersedia. Selain itu, kehadiran User Generated Content (UGC) baik dari content creator, reviewer pada digital platform seperti Instagram, Youtube, Tiktok, maupun Blog juga mempengaruhi Gen-Z dalam meningkatkan kepercayaannya terhadap sebuah brand.

Bangun Kepercayaan melalui Kemudahan Akses

Sebagai generasi yang lahir di era pertumbuhan ekosistem digital, Gen-Z menjadi generasi yang paling fasih menggunakan teknologi terbaru. Melalui internet, mereka sering menghabiskan waktu di media sosial hingga berbelanja online di berbagai online platform, seperti Tokopedia, Shopee, dan lainnya. Karena itu, kemudahan akses untuk mendapatkan informasi dan untuk mendapatkan sebuah produk atau mengenal suatu brand sangat penting bagi mereka.

Faktor lain yang menentukan kepercayaan Gen-Z terhadap sebuah brand adalah online customer review dan User Generated Content (UGC). UGC yang dibuat oleh content creator, vlogger, dan reviewer dalam format foto, video, atau blog dapat menumbuhkan kepercayaan mereka terhadap sebuah brand. Mereka akan lebih percaya terhadap brand dengan review positif dari customer lain atau content creator yang mereka sukai. Online customer review dan UGC adalah salah satu strategi Word of Mouth (WOM) yang efektif di era ini.

Di tengah persaingan bisnis di era digital, brand perlu melakukan diferensiasi identitas agar konsumen dapat mengidentifikasi kualitas unik dari produk yang ditawarkan. Selain itu brand juga perlu hadir secara strategis di setiap touch point target market. Strategi diferensiasi yang sukses akan meningkatkan brand awareness dan trust untuk sebuah brand.

Lalu, bagaimana membuat brand Anda menarik bagi Gen-Z? Strategi yang tepat dapat membantu menciptakan diferensiasi identitas merek Anda dengan kompetitor lainnya. Bekerja sama dengan branding consultant terpercaya seperti Milestone dapat menjadi solusi bagi brand di era sekarang ini.